Langkah Si Panda Bagian Enam


Credit: Writing Equals Love 
Dalam perjalanan menuju kembali ke Toko, Aku berpikir manusia selalu menghadapi kehilangan-kehilangan. Seperti diriku yang kehilangan banyak hal di usia muda, namun akhirnya aku mendapatkan banyak hal lain sebagai gantinya. Banyak di antara kita yang begitu sulit menerima kehilangan. Ada pepatah mengatakan kita menyadari betapa berharganya sesuatu ketika sudah kehilangan. Menurutku kita sebenarnya tau hal itu sangat berharga hanya saja kita tidak berpikir akan kehilangan. Sehingga ketika harus kehilangan kita menjadi sedih dan kecewa.
Terjebak kemacetan membuatku tiba di Toko sudah menjelang sore, waktunya tutup. Setelah memarkirkan mobil, aku segera membantu membereskan toko. Ketika sedang beres-beres, Ado lewat. Dia menawarkan bantuan untuk membereskan toko. Ibu Rose nampak sedang tidak enak badan, aku menyarankannya untuk istirahat. Beliau akhirnya masuk ke dalam dan akhirnya aku bersama Ado membereskan toko. Setelah selesai Ado mengajakku untuk ke rumahnya, karena nanti malam dia ingin keluar juga maka kami menggunakan satu motor saja. Aku berangkat setelah memberi tau kepada Ibu Rose, kami melaju di jalanan.
Ado memang ahli dalam bermotor, macet bukan hambatan baginya. Dengan gesit dan luwes dia melewati mobil-mobil serta motor-motor yang terjebak kemacetan. Tidak makan waktu lama sampai kami tiba di Rumah Ado, nampak Eva dan Steve sudah ada di rumah.
Kami kemudian berbincang-bincang, Eva menyuguhi kami dengan teh dan kue. Eva bertanya apa kejadian yang kualami beberapa waktu lalu benar adanya, karena dia cukup ragu mendengar cerita dari Ado.Aku membenarkan apa yang di ceritakan Ado, kemudian Eva bercerita bahwa Anak-anak dari SMA Tenmi memang orang-orang elite namun mereka suka membuat masalah. Kekayaan mereka membuat mereka gelap mata. Mendengar cerita Eva, aku mengerti satu hal, mereka hanyalah anak-anak kurang perhatian yang tidak tau bagaimana membahagiakan diri mereka dengan benar. Sebuah bukti nyata bahwa uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan, walaupun memang lebih baik menangis dalam mobil mewah dibandingkan di bawah payung.
Ketika asik berbincang, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ada panggilan untuk menjadi supir lagi malam ini. Ado akhirnya mengantarku ke lokasi. Langit mulai mendung lagi, apakah malam ini akan kembali hujan seperti kemarin? Pikirku dalam hati. Sampai di lokasi, akupun langsung menuju gerbang ketiga. Di sana aku melihat sosok yang ku kenal sedang berdiri di luar mobil mewah yang kusetir kemarin. Erine! Ya, gadis itu lagi. Aku mulai memutar otak, apa dia memang masih mau mencoba bunuh diri.
Aku berjalan mendekat ke gadis yang membuatku kerepotan semalam, dia memandangku dengan tatapan tajam. Aku baru menyadari, ternyata gadis ini memiliki mata yang begitu indah. " Mereka bilang padaku, jika ingin memanggilmu harus di jam segini." Erine memecah keheningan. Aku hanya mengangguk saja, berarti dia memang mencariku dan bukan sebuah kebetulan. " Masuk ke Mobil" Dia memerintah begitu saja sambil memasuki mobil bagian belakang. Akhirnya aku masuk juga ke mobil. " Mau kemana non?" Aku bertanya sambil melihatnya melalui spion tengah. " Kemana saja, yang penting jalan dulu." Jawabnya ketus lalu memalingkan wajahnya ke jendela. Oh tidak, Ini akan terulang lagi pikirku. Hujan kembali turun, membasahi mobil mewah ini. Sama seperti sebelumnya, hanya kali ini lebih dingin. Aku kembali menyusuri jalan dengan mobil mewah bersama Gadis galak ini. Entah apa yang akan terjadi malam ini.
Bersambung..

0 komentar:

Posting Komentar