Langkah Si Panda Bagian Delapan



Waktu telah cukup larut, aku memutuskan untuk menyetir pulang. Namun Erine menolak untuk pulang, dia mengatakan dirinya lapar. Sebelum pulang dia ingin makan, maka kami singgah di cafe yang menjual cake. Ternyata Erine suka makanan-makanan yang manis.

Kami duduk di meja yang berada di tengah ruangan. Erine terlihat cukup ceria, dia memesan sepotong cake. Sedangkan aku memesan segelas teh susu. Kami melanjutkan bincang-bincang kami, saling mengenal lebih jauh. Perlahan-lahan Erine mulai membuka diri, dia mulai tertawa dan tersenyum lagi. Bahkan dia tertawa terbahak-bahak saat pelayan yang mengantarkan cakenya salah memberikan alat makan. Bukannya memberikan sendok dan garpu malah memberikan dua buah garpu. Kemudian Erine minta di foto saat makan dengan dua garpu itu.
Semua berjalan baik, Aku pun bisa bernafas dengan lega. Sebelum pulang Erine ingin ke kamar kecil dahulu. Aku pun menunggunya, aku melihat jam di handphone jadulku. Sudah hampir pukul 11 malam. Tidak lama kemudian Erine keluar dari kamar kecil, saat sedang berjalan menuju ke mejaku dia di goda oleh tiga pemuda yang duduk di meja dekat dengan kamar kecil. " Hei cewe, Temanin abang lah" Goda salah satu pemuda itu. Reaksi Erine ternyata mengejutkan, dia lalu memarahi ketiga pemuda ini dengan sebutan tidak tau diri dan kata-kata kasar lainnya. Aku baru sadar Erine memiliki karakter yang sangat keras. Ketiga pemuda ini tidak terima dan langsung berdiri memegang tangan Erine. Akupun bergegas ke sana, suasana dalam cafe menjadi cukup panik. Tidak kusangka kejadian seperti ini harus terjadi di tempat yang bahkan dindingnya di cat dengan warna pink. Aku melepaskan tangan pemuda itu dari Erine dan meminta maaf atas kata-kata Erine. Anak-anak muda ini justru mengatakan padaku untuk tidak ikut campur. Salah satu dari mereka melayangkan pukulan padaku, dengan cepat aku hindari. Akhirnya aku berkelahi dengan ketiga pemuda ini, tidak perlu waktu lama untuk menumbangkan mereka bertiga yang tidak memiliki kemampuan bela diri sepertiku. Namun perkelahian kami merusak beberapa properti cafe. Erine terkejut dan senang sekali menontonku. Dia akhirnya menganti semua kerusakan yang kutimbulkan, namun dia sepertinya puas. Segera kami keluar dari cafe itu.
Saat di mobil Erine bertanya, apakah yang aku gunakan tadi adalah Kung Fu seperti Jet Lee atau Jackie Chan. Karena dia melihat aku seperti aktor laga dalam film-film yang biasa dia tonton. Aku melihatnya dari Spion dan mengatakan bahwa sebaiknya dia tidak banyak menonton film yang mengandung kekerasan, dan aku jelaskan bahwa yang tadi aku gunakan adalah Muay Thai. Erine bertanya banyak tentang Muay Thai, dan aku hanya menjelaskan sejarah dan bagaimana aku tertarik mempelajarinya. Akhirnya kami sampai di rumah Erine. Ketika aku ingin pamit, Erine membayarku dengan jumlah uang yang banyak. Namun aku menolak, aku mengatakan melihat senyum indahnya malam ini adalah bayaran yang pantas. Erine tersenyum senang, pipinya pun memerah. Erine meminta Julius mengantarku pulang. Dalam perjalanan Julius mengatakan bahwa dia tidak pernah melihat Erine sebahagia itu. Aku dan Julius akhirnya bertukar nomor Handphone. Julius bercerita bahwa dia baru ditunjuk oleh kepala Pelayan sebagai supir pribadi Erine.
Aku melihat jam sudah menunjukan hampir pukul satu pagi ketika aku sampai di depan toko bunga. Ketika aku masuk ternyata Ibu Rose masih bangun, beliau mengkhawatirkan kesehatanku jika aku pulang malam terus. Akupun bercerita sedikit dengan beliau. Karena sudah begitu larut kamipun tidur.
Pagi barupun tiba, Aku masih mengantuk karena kurang tidur. Namun pekerjaan sudah menanti. Aku segera mandi dan membuka toko. Ternyata hari ini cukup sepi, Ibu Rose mengatakan memang hari ini sedang tidak ada pesanan. Ibu Rose mengatakan bahwa ini hari yang baik, sebaiknya aku pergi membeli keperluanku. Mungkin beliau tau bahwa perlengkapan mandiku sudah hampir habis, jadi akupun izin pamit. Akupun berjalan kaki ke arah Supermarket terdekat, sebelumnya aku singgah di loket pembelian pulsa. Yang menjaga loket itu wanita yang masih sangat muda, mungkin hanya sekitar 14-15 tahun. Seharusnya anak ini masih sekolah, namun ini memang hal biasa di negara ini. Banyak anak-anak yang putus sekolah karena masalah biaya atau keadaan ekonomi yang sulit. Walaupun Pemerintah telah membantu dengan sekolah gratis, tetap saja pemikiran orang tua anak-anak ini masih dangkal. Mereka lebih memilih anaknya untuk bekerja sebagai pemulung atau penjaga toko. Padahal dengan tingkat pendidikan yang lebih baik, anak-anaknya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik pula. Langkah kaki terus berjalan tak terasa Supermarketpun telah di depan mata.
Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar