Langkah Si Panda Bagian Tujuh


Malam ini tidak sesepi malam sebelumnya, hujan gerimis menyapu jalanan malam. Banyak kendaran berlalu lalang malam ini. Sudah hampir 30 menit kami berkeliling, dia masih saja diam seribu bahasa. Aku menyetir pelan, lalu melihat seseorang yang kebasahan karena hujan di atas motor. Aku seperti melihat diriku sendiri, walau kondisiku sebenarnya lebih buruk atau mungkin lebih baik. Setidaknya saat ini aku mengendarai mobil mewah tanpa terkena hujan.
Aku melihatnya untuk kesekian kalinya melalui spion. "Maaf" Kata yang terucap darinya untuk memecahkan kebekuan diantara kami. " Saya tidak tau maaf untuk apa? Tapi jika non ada salah, pasti sudah saya maafkan" jawabku sambil melihat ke depan. "Panggil aku Erine, Namamu siapa?" sepertinya dia memutuskan untuk saling mengenal lebih dalam." Namaku Ron" Aku kembali melihatnya melalui spion sambil tersenyum. Sekarang kusadari, sejak pertama bertemu dia selalu murung.
Erine mulai bercerita tentang kejadian kemarin, dia menyesal menyulitkanku karena usaha bunuh dirinya. Ternyata dia cukup bisa berbicara dengan orang lain. "Maaf, Erine. Apakah aku boleh tau alasan tindakanmu kemarin?" Sulit untukku menyembunyikan rasa penasaran akibat tindakan nekatnya semalam. Dia terdiam, kemudian menghela nafas. "Tidak apa-apa jika tidak mau cerita, jangan dipaksakan" Aku merasa bodoh, menanyakan hal sensitif seperti itu dengan mudah." Tidak apa-apa" Suara parau yang kemarin sempat kudengar muncul kembali. Air mata mulai menetes dari tepi mata-mata indahnya. Kemudian dia menceritakan semuanya. 
Erine merasa hidupnya mulai membosankan, walau bergelimang harta ayahnya dia tidak bahagia. Dia menginginkan hal yang lebih, sesuatu yang tidak bisa di beli dengan uang yaitu Cinta. Hari-harinya mulai terasa datar, sampai suatu hari dia bertemu seorang pria bernama David. Pertemuan pertama di Restoran Jepang itu merubah semuanya. David mendekati Erine yang sedang duduk sendiri dan memberanikan diri berkenalan. David datang bersama beberapa temannya, awal pertemuan mereka memang unik. Pertemuan kedua dan seterusnya pun terjadi. Rasa suka terhadap Davidpun mulai muncul. Erine tau bukan wajah tampannya, atau tubuh atletis si David yang membuatnya ada rasa, namun David yang selalu bisa membuatnya tertawa. Suatu hari David datang ke rumah Erine dan itu merubah segalanya. David akhirnya tau bagaimana latar belakang Erine yang sebenarnya. Bukannya kecil hati atau ingin mundur, dia justru menyatakan perasaannya kepada Erine. Gadis muda yang sedang merasakan suka ini tentu senang. Hubungan mereka akhirnya menjadi sebuah Backstreet ( Pacaran diam-diam). Awalnya Erine senang dan bahagia dengan hubungan barunya, namun seiring berjalannya waktu dia mulai merasa ada yang salah. Setiap kali keluar makan, selalu Erine yang membayar semua. Sebelumnya mereka masih membayar masing-masing. Begitu juga dengan Bioskop, Jalan-jalan semua Erine yang menanggung biayanya. Ketika hubungan mereka lebih jauh akhirnya si David mulai meminta dibelikan bermacam-macam, mulai dari barang-barang ringan seperti pakaian, kemudian jadi jam tangan, bahkan terakhir sebuah motor sport. Suatu hari Erine berpas-pasan dengan teman-teman David di mall, Diam-diam mereka sedang berbincang betapa beruntungnya David, memiliki wanita kaya sebagai pundi emasnya. Ternyata Erine hanya di permainkan oleh David, dia kemudian mengajak David bertemu kemudian bertengkar hebat. Mereka putus di hari itu. Tidak begitu lama setelah mereka putus, si David mengajak Erine untuk kembali kepadanya. Tujuannya adalah agar Erine bisa membayarkan kredit motor sportnya, tentu Erine murka dan mengatakan kepadanya untuk pergi mati saja sana. Tepat pulang dari rumah Erine, si David kecelakaan dan meninggal. Erine merasa sangat bersalah.
Aku terdiam mendengar cerita panjang itu, teringat kata-kataku tadi pagi kepada anak itu sepertinya apa yang kulakukan menjadi sebuah kesalahan. Aku mencoba menghibur Erine dengan menceritakan ulang kejadian tadi pagi dan mengatakan aku mulai menyesal dengan yang kukatakan kepada David. Erine hanya terdiam, kemudian aku bercanda dengan mengatakan "Wah, jangan-jangan tadi banyak yang nangis karena ada hutang yang belum dibayar ya, hehe." Erine mengusap air matanya," Tolong, Jangan hina dia lagi. Bagaimanapun dia pernah menjadi orang yang berarti untukku." Kami berdua menjadi terdiam lagi, aku merasa salah. Erine kembali melihat jendela mobil. Aku kembali membuka percakapan "Tidak adil jika hanya Erine yang bercerita, biar aku berbagi sedikit ceritaku juga." Erine melihatku, dia diam namun dia terlihat ingin mendengar sesuatu yang menarik. Aku pun bercerita sedikit tentang masa laluku.
Aku hidup sebatang kara, sebenarnya aku berasal dari keluarga yang berada namun suatu hari orang tuaku meninggal dalam kecelakaan bersama adikku. Meninggalkanku seorang diri. Saat itu usiaku baru menginjak 7 tahun, karena karakterku yang keras serta orang tuaku berperilaku buruk terhadap keluargaku, tidak ada yang bersedia menampungku. Benar-benar tidak ada kerabat atau teman dari orang tuaku yang peduli padaku. Itu sebuah awal untukku, bahwa itu adalah pentingnya bersosialisasi. Pentingnya kita hidup membangun relasi yang baik dengan orang lain, karena kenyataannya kita tidak pernah mampu hidup sendiri. Aku terpaksa tidur di taman kota, tangga penyeberangan dan toilet umum selama beberapa waktu. Aku hidup dari makanan dan minuman sisa orang lain, selama hampir 3 bulan aku hidup seperti itu. Beberapa waktu itu yang menempaku menjadi sangat cepat dewasa sebelum waktunya. Aku mengerti dunia ini kejam, dunia ini tidak adil, bahkan orang-orang dengan mudahnya membiarkan anak seusiaku saat itu terlantar begitu saja. Karena mereka sudah terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi hidup seperti ini tidaklah buruk, selama kita tidak menyerah. Aku banyak mendapatkan pelajaran serta sahabat-sahabat luar biasa yang akhirnya membuatku terus bertahan hidup. Banyak hal yang ingin kuceritakan namun waktu sudah cukup larut.
Aku melihat Erine, wajahnya nampak tercengang dengan ceritaku. "Aku ingin mendengar lebih banyak" Erine menatapku, berharap aku bercerita lebih banyak. Aku mengatakan padanya bahwa terlalu lama untuk bercerita semua, mungkin lain waktu aku cerita lebih banyak. Dia bilang besok dia libur, dan dia bisa pulang larut. Dia bercerita dia penasaran dengan sahabat-sahabatku, karena dia belum pernah punya sahabat. Aku terkejut mendengarnya, ketika sampai di lampu merah. Aku membalikan kepalaku dan menatap Erine, "Kamu memiliki banyak orang di rumahmu, dan kamu juga memiliki harta yang melimpah Erine" Aku melihatnya dengan wajah serius. Erine diam sejenak lalu mengelengkan kepala, "Tidak, itu berbeda." lalu akupun tersenyum puas. Dia mengerti maksud dari ceritaku. Akupun memberikan nomor Handphoneku kepadanya jika ada yang ingin dia ceritakan dia bisa sms aku. Erine tersenyum dan dia terlihat sangat cantik.
Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar