Chicken Soup for the Soul

Tangan Maestro


Sebuah piano tak lebih dari barang usang yang berada di sudut ruangan, namun ditangan Bethoven, piano mengeluarkan symphoni yang luar biasa. Bagi kita bola basket mungkin tak ada bedanya dengan bola biasa yang punya daya pantul, tapi di tangan Michael Jordan bola itu kelihatan hidup dan mencengangkan! Siapa peduli dengan pena sederhana, namun di tangan William Shakespeare pena sederhana itu menghasilkan karya yang begitu mahal. Kuas tak bermerkpun akan menjadi hebat di tangan Leonardo da Vinci.

Sekali lagi bukan karena bendanya, tetapi karena si empunya benda! Alangkah naif kalau benda itu menyombongkan kehebatannya sendiri dan merasa dirinyalah yang mampu melakukan semuanya itu. Sayangnya hal seperti ini seringkali terjadi dalam kehidupan kita. Bukankah seringkali kita berkata bahwa oleh karena tangan kitalah, oleh karena kekuatan kitalah, oleh karena pengalaman kitalah atau oleh karena kekayaan kitalah maka semuanya itu ada? Itu seperti sebuah pena yang merasa lebih hebat dari sang penulis. Itu seperti sebuah kuas yang merasa lebih hebat daripada sang seniman!

Jika kita bisa hidup berkelimpahan, marilah kita menyadari bahwa itu karena berkat Tuhan. Jika kita bisa sehat, itu bukan karena kita gila olahraga, itu karena Tuhan yang menjaga kita. Jika kita bisa semakin populer dan terkenal, tak lain dan tak bukan karena Tuhan yang mulai mengangkat dan mempromosikan kita. Jika kita bisa melakukan ini itu, semuanya karena anugerahNya. Bukan karena kita, tetapi karena Tuhan yang ada di dalam kita!

Semoga renungan ini cukup menunjukkan seperti apa keberadaan kita di hadapan Tuhan. Tanpa Tuhan, diri kita tak lebih dari seonggok daging yang sedang berjalan dalam maut dan kebinasaan, namun oleh karena kasih karunia Tuhan kita mendapat belas kasihan dan kehidupan. Jauhkanlah diri dari segala bentuk kesombongan, sebaliknya marilah kita menyadari hal sekecil apapun yang bisa kita buat, itu sebagai pekerjaan tangan Tuhan.

Sebagaimana sebuah kuas di tangan seorang maestro, demikian juga hidup kita di tangan Tuhan. 



Menentukan Pilihan


Suatu hari, terjadilah bencana banjir di sebuah kota. Hujan besar disertai angin kencang yang datangnya tiba-tiba itu telah memporakporandakan banyak harta benda penduduk dan membawa korban nyawa yang tidak sedikit jumlahnya.

Di antara korban bencana di sana, terdapat seorang pemuda yang berhasil menyelamatkan istrinya tetapi sayangnya setelah usahanya menyelamatkan istrinya berhasil, anaknya yang masih balita tidak sempat tertolong, terseret arus, dan akhirnya ditemukan telah meninggal dunia.

Atas kejadian itu, terjadi silang pendapat di antara penduduk yang selamat. Satu pihak menyatakan perbuatan suami yang menyelamatkan istrinya terlebih dahulu adalah hebat dan benar. Menurut mereka, lebih penting menyelamatkan istri. Mengenai anak, menurut mereka, toh nanti pasangan itu bisa dikaruniai putra atau putri lagi. Pokoknya, mereka mendukung pilihan ayah muda itu.

Di pihak yang berseberangan, mereka menyalahkan keputusan si pemuda yang membiarkan anaknya terseret arus dan akhirnya meninggal dunia. Bagi mereka, anak adalah karunia Tuhan yang dititipkan kepada kita, yang tidak boleh disia-siakan dan harus kita pelihara dengan sebaik-baiknya. Jika istri yang meninggal, kan bisa cari istri lagi?

Akhirnya mereka beramai-ramai ingin mendengar langsung dari si pemuda, apa alasan dia memutuskan menolong istrinya dan bukan anaknya terlebih dahulu?

Dengan raut muka menyimpan duka dan mata yang berkaca-kaca, si pemuda dengan suara bergetar menjawab, “Saat air datang dengan tiba-tiba, saya terlempar dan terbawa arus yang deras. Situasi yang seperti itu, tolong dijawab, apakah ada kesempatan bagi saya untuk menentukan pilihan antara menolong istri atau anakku terlebih dahulu? Yang ada di dekat saya waktu itu adalah istriku, maka serta merta saya pun menangkap tangannya dan membawanya pergi dari situ. Saat saya menoleh kembali ke tempat anakku, dia sudah terseret arus dan saya tidak mampu menjangkaunya.

Kalau saya diberi waktu untuk menimbang dalam menentukan pilihan, mungkin saat ini saya telah kehilangan kedua orang yang sama-sama saya cintai. Tolong jangan hakimi saya. Biarlah saya sendiri yang menanggung kesedihan dan perasaan yang bersalah. Karena saya tidak mampu melindungi keluarga dari bencana yang membuat kami kehilangan putra kesayangan kami.”


Pada saat situasi darurat, kadang manusia tidak mempunyai kesempatan untuk berpikir dan memilih yang terbaik bagi dirinya. Tetapi, banyak pula manusia yang terlalu banyak berpikir, menimbang, dan selalu ragu dalam menentukan pilihan sehingga mereka kehilangan kesempatan yang datang di hadapannya.

Maka pada saat kesempatan datang menghampiri, tangkap dan jangan lewatkan karena mungkin dia tidak akan datang kembali. Entah kapankesempatan datang. Yang utama adalah sikap mental kita dalam menyiapkannya.

Jangan terlalu memilih-milih pekerjaan apa yang ingin Anda kerjakan, tetapi pastikan Anda mengerjakan setiap pekerjaan dengan sebaik-baiknya, penuh semangat, dan keyakinan.



Harga Diri


Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek yang sedang duduk. Di dekat kakek ada beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Lalu kakek itu menghampiri mereka.
“Siapa di antara kalian  yang mau uang Rp50.000?” Tanya kakek itu. Semua anak itu berhenti bermain. mereka serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap.
“Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.” Kata kakek sambil menunjuk sesuatu. Kemudian kakek meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat. Lalu ia kembali bertanya, “Siapa yang masih mau dengan uang lusuh ini?”
Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan. “Tapi, kalau kakek injak bagaimana?” Tanya kakek lagi. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Diinjak dan ditekannya kuat uang itu hingga kotor. Beberapa saat kemudian, ia mengambil kembali uang itu.
“Apakah masih ada yang mau uang ini?” Kakek bertanya lagi. Tetap saja. Anak-anak itu tetap mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini, bukan anak-anak itu lagi yang mengacungkan tangan, Hampir semua yang ada di taman tersebut mengacungkan tangan.
Apapun yang dilakukan oleh si kakek, semua anak itu tetap menginginkan uang itu. bahkan orang-orang yang ada di taman itu, semuanya. Kenapa bisa begitu? Pada kenyataannya, semua tindakan yang dilakukan oleh si kakek terhadap uang itu tak akan mengurangi nilai uang itu. uang itu tetap berharga Rp50.000.
Dalam kehidupan ini kadang kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi di sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, hingga kita merasa rapuh. Kita juga kerap mengeluh atas semua ujian yang diberikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. kita merasa disepelekan, diacuhkan dan tak di pedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, sadarilah bahwa nilai diri kita tidak timbul dari apa yang kita sandang atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari ahklak dan perangai kita. Tingkah laku kita


Ini pun akan berlalu


Seorang petani kaya mati meninggalkan kedua putranya. Sepeninggal ayahnya, kedua putra ini hidup bersama dalam satu rumah. Sampai suatu hari mereka bertengkar dan memutuskan untuk berpisah dan membagi dua harta warisan ayahnya. Setelah harta terbagi, masih tertingal satu kotak yang selama ini disembunyikan oleh ayah mereka.

Mereka membuka kotak itu dan menemukan dua buah cincin di dalamnya, yang satu terbuat dari emas bertahtakan berlian dan yang satu terbuat dari perunggu murah. Melihat cincin berlian itu, timbullah keserakahan sang kakak, dia menjelaskan, “Kurasa cincin ini bukan milik ayah, namun warisan turun-temurun dari nenek moyang kita. Oleh karena itu, kita harus menjaganya untuk anak-cucu kita. Sebagai saudara tua, aku akan menyimpan yang emas dan kamu simpan yang perunggu.”

Sang adik tersenyum dan berkata, “Baiklah, ambil saja yang emas, aku ambil yang perunggu.” Keduanya mengenakan cincin tersebut di jari masing-masing dan berpisah. Sang adik merenung, “Tidak aneh kalau ayah menyimpan cincin berlian yang mahal itu, tetapi kenapa ayah menyimpan cincin perunggu murahan ini?” Dia mencermati cincinnya dan menemukan sebuah kalimat terukir di cincin itu: INI PUN AKAN BERLALU. “Oh, rupanya ini mantra ayah…,” gumamnya sembari kembali mengenakan cincin tersebut.

Kakak-beradik tersebut mengalami jatuh-bangunnya kehidupan. Ketika panen berhasil, sang kakak berpesta-pora, bermabuk-mabukan, lupa daratan. Ketika panen gagal, dia menderita tekanan batin, tekanan darah tinggi, hutang sana-sini. Demikian terjadi dari waktu ke waktu, sampai akhirnya dia kehilangan keseimbangan batinnya, sulit tidur, dan mulai memakai obat-obatan penenang. Akhirnya dia terpaksa menjual cincin berliannya untuk membeli obat-obatan yang membuatnya ketagihan.

Sementara itu, ketika panen berhasil sang adik mensyukurinya, tetapi dia teringatkan oleh cincinnya: INI PUN AKAN BERLALU. Jadi dia pun tidak menjadi sombong dan lupa daratan. Ketika panen gagal, dia juga ingat bahwa: INI PUN AKAN BERLALU, jadi ia pun tidak larut dalam kesedihan. Hidupnya tetap saja naik-turun, kadang berhasil, kadang gagal dalam segala hal, namun dia tahu bahwa tiada yang kekal adanya. Semua yang datang, hanya akan berlalu. Dia tidak pernah kehilangan keseimbangan batinnya, dia hidup tenteram, hidup seimbang, hidup bahagia.



Laki-Laki Sejati


Aku bertanya pada Bunda, bagaimana memilih Lelaki Sejati ?

Bunda menjawab, Nak……….

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar,
Tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang,
Tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,
Tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati ditempat
bekerja,
Tetapi dari bagaimana dia dihormati di dalam rumah

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang,
Tetapi dari hati yang ada dibalik itu

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita yg memuja,
Tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari barbel yang dibebankan,
Tetapi dari tabahnya dia menghadapi lika-liku kehidupan

Laki-laki Sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca kitab suci,
Tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca



SEBUAH PIRING KAYU


Disebuah keluarga, ada seorang kakek tua yang hidup bersama anak, menantu dan seorang cucu laki-laki. Penglihatan si kakek sudah kabur. Ia sudah tidak dapat mendengar dengan baik. Lututnya sudah mulai bergetar.
Jika ia duduk dekat meja makan, ia tidak dapat lagi memegang sendok. Kadang-kadang ia lupa pula sup di atas taplak meja. Dari dalam mulutnya selalu saja sup itu mengalir lagi keluar.

Anak laki-laki dan menantu perempuannya merasa jijik dengan hal itu. Oleh sebab itu kakek tua itu akhirnya duduk sendirian di sudut, di belakang sebuah tungku api. Mereka memberi makan hanya dengan mangkok yang kecil. Ia sering tidak mendapat makan dan minum yang cukup dan tentu saja ia tetap
lapar dan haus. Ia melihat apa saja yang ada di meja makan dengan sedih, selanjutnya keluarlah air matanya.

Suatu ketika jemarinya yang sudah tua tidak dapat lagi memegang mangkuk. Mangkuk itu jatuh dan pecah. Menantu perempuannya mengumpat dan mencaci-maki. Tapi, kakek tua itu tidak berkata sedikit pun. Ia membiarkan
semuanya terjadi. Lalu Menantunnya itu membelikannya sebuah piring yang terbuat dari kayu dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kini dengan piring kayu itu kakek tua itu harus makan. Piring kayu ini dapat membuat si kakek tua lebih tenang karena tidak dapat pecah.

Suatu hari cucunya yang masih berumur empat tahun mengumpulkan batang-batang kayu di tanah.

"Apa yang sedang kamu buat, Nak ?" tanya ayahnya.

"Saya sedang membuat sebuah piring kayu ," jawab anaknya polos, "dengan piring ini ayah dan ibu akan makan, jika nanti saya sudah besar."

Sejurus kemudian ayah dan ibunya saling bertatapan dan mereka mulai menangis. Sejak kejadian itu mereka selalu memapah sang kakek tua ke meja makan, untuk makan bersama. Jika ia lapar atau haus, mereka segera membawakan makanan dan minuman untuknya. Mereka tidak berkata apa-apa, ketika sedikit saja makanan atau minuman tumpah ke lantai.

Semoga cerita ini bisa menjadi pengingat bagi kita, bahwa seberapa menjengkelkan, menyebalkan bahkan lebih buruk dari itu perasaan kita thd orang tua kita…..ketahuilah bahwa mereka-lah orang yang telah melahirkan kita.



Hadiah Sang Ayah


Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda,sebentar lagi dia akan menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan.

Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-
satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya,
bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.

Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,… bukan sebuah kunci ! Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Kitab Suci yang bersampulkan kulit asli, dikulit itu
terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan kitab ini untukku ? ” Lalu dia membanting Kitab Suci itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak
bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses, dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu. Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya, dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Kitab Suci itu, masih
terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu. Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Kitab Suci itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Kitab Suci itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan Tuhan Maha Kaya dari segala apa yang ada di dunia ini”
Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Kitab Suci itu. Dia memungutnya,…. sebuah kunci mobil ! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir Alkitab itu, dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi
pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu. Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport
yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga. Mendadak dia
menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati……..

SEBERAPA MAHAL DAN BERHARGANYA KITA PERNAH KEHILANGAN SEBUAH BARANG, NAMUN TAK SEMENYESAL JIKA KITA KEHILANGAN ORANG-ORANG YANG KITA CINTAI (Sebelum kita meminta maaf padanya)…



Customer vs Barber


Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut dan merapikan brewoknya. 

Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennyadan mulailah terlibat pembicar aan yang mulai menghangat.

Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicar aan , dan sesaat topik pembicar aan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang,’Saya tidak percaya Tuhan itu ada’. 
'Kenapa kamu berkata begitu ???' timpal si konsumen.

'Begini, coba Anda perhatikan di depan sana , di jalanan…. untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada'. 

'Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, Adakah yang sakit??, Adakah anak terlantar??' . 

'Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan'.

'Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi'. 
Si konsumen diam untuk berpikir sejenak, tapi tidak merespon karena dia tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerj aan nya dan si konsumenpergi meninggalkan tempat si tukang cukur.

Beberapa saat setelah dia meninggalkan ruangan itu dia meli hat ada orang di jalan dengan rambut yang panjang,
berombak kasar mlungker-mlungker- istilah jawa-nya’, kotor dan brewok yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.

Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata, 
'Kamu tahu, sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR.'

Si tukang cukur tidak terima,’ Kamu kok bisa bilang begitu ??’. 

'Saya disini dan saya tukang cukur. Dan barusan saya mencukurmu!'
'Tidak!' elak si konsumen.

'Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti orang yang di luar sana ', si konsumenmenambahkan. 

'Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!', sanggah si tukang cukur.

' Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya', jawab si tukang cukur membela diri.

'Cocok!'-kata si konsumen menyetujui.
'Itulah point utama-nya!.. . Sama dengan Tuhan, 

TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa yang terjadi…
orang-orang TIDAK MAU DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA.

Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini.’
Si tukang cukur terbengong !!!! 

Kata-kata kehidupan


Sekelompok kodok sedang berjalan-jalan melintasi hutan. Malangnya, dua di antara kodok tersebut jatuh kedalam sebuah lubang. Kodok-kodok yang lain mengelilingi lubang tersebut. Ketika melihat betapa dalamnya lubang tersebut, mereka berkata pada kedua kodok tersebut bahwa mereka lebih baik mati.

Kedua kodok tersebut mengacuhkan komentar-komentar itu dan mencoba melompat keluar dari lubang itu dengan segala kemampuan yang ada. Kodok yang lainnya tetap mengatakan agar mereka berhenti melompat dan lebih baik mati.

Akhirnya, salah satu dari kodok yang ada di lubang itu mendengarkan kata-kata kodok yang lain dan menyerah. Dia terjatuh dan mati. Sedang kodok yang satunya tetap melanjutkan untuk melompat sedapat mungkin. Sekali lagi kerumunan kodok tersebut berteriak padanya agar berhenti berusaha dan mati saja. Dia bahkan berusaha lebih kencang dan akhirnya berhasil.

Akhirnya, dengan sebuah lompatan yang kencang, dia berhasil sampai di atas.
Kodok lainnya takjub dengan semangat kodok yang satu ini, dan bertanya “Apa kau tidak mendengar teriakan kami?” Lalu kodok itu (dengan membaca gerakan bibir kodok yang lain) menjelaskan bahwa ia tuli.

Akhirnya mereka sadar bahwa saat di bawah tadi mereka dianggap telah memberikan semangat kepada kodok tersebut.

Apa yang dapat kita pelajari dari ilustrasi di atas?

Kata-kata positif yang diberikan pada seseorang yang sedang “jatuh” justru dapat membuat orang tersebut bangkit dan membantu mereka dalam menjalani hari-hari. Sebaliknya, kata-kata buruk yang diberikan pada seseorang yang sedang “jatuh” dapat membunuh mereka. Hati hatilah dengan apa yang akan diucapkan.

Suarakan ‘kata-kata kehidupan’ kepada mereka yang sedang menjauh dari jalur hidupnya. Kadang-kadang memang sulit dimengerti bahwa ‘kata-kata kehidupan’ itu dapat membuat kita berpikir dan melangkah jauh dari yang kita perkirakan.

Semua orang dapat mengeluarkan ‘kata-kata kehidupan’ untuk membuat rekan dan teman atau bahkan kepada yang tidak kenal sekalipun untuk membuatnya bangkit dari keputus-asaanya, kejatuhannya, kemalangannya.

Sungguh indah apabila kita dapat meluangkan waktu kita untuk memberikan spirit bagi mereka yang sedang putus asa dan jatuh.

So……………. Please don’t give up !!! If you try to do the best thing, must be some day…… you can get all your dreaming of.



Perdebatan mengenai khotbah


Seorang enulis surat kepada Editor sebuah surat kabar dan mengeluhkan kepada para pembaca bahwa dia merasa sia-sia pergi ke tempat ibadah.

Tulisnya, “saya sudah pergi ke
beribadah selama 30 tahun dan selama itu saya telah mendengar 3000 khotbah. Tapi selama hidup, saya tidak bisa mengingat satu khotbah pun. Jadi saya rasa saya telah memboroskan begitu banyak waktu - demikian pun para pembicara itu telah memboroskan waktu mereka dengan khotbah-khotbah itu.”

Surat itu menimbulkan perdebatan yang hebat dalam kolom pembaca.

Perdebatan itu berlangsung berminggu-minggu sampai akhirnya ada seseorang yang menulis demikian: “Saya sudah menikah selama 30 tahun. Selama ini istri saya telah memasak 32.000 jenis masakan. Selama hidup saya tidak bisa mengingat satu pun jenis masakan itu yang dilakukan istri saya. Tapi saya tahu bahwa masakan-masakan itu telah memberi saya kekuatan yang saya perlukan untuk bekerja. Seandainya istri saya tidak memberikan makanan itu kepada saya, maka saya sudah lama meninggal.” 

Sejak itu tak ada lagi komentar tentang khotbah…

Don’t judge a book by the cover



Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yang berpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, dan berjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University.Mereka meminta janji. Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa mereka adalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan di Harvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge.
"Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut.
"Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat.
"Kami akan menunggu," jawab sang wanita.

Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwa pasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapi nyatanya tidak. Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya.
"Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akan pergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.
Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika dia melihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang di luar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang Pemimpin Harvar, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.

Sang wanita berkata padanya, “Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahun pertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini. Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kami ingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini, bolehkan?” tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Dia tampak terkejut. “Nyonya,” katanya dengan kasar, “Kita tidak bisa mendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard dan meninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan.”

"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak ingin mendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."
Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, “Sebuah gedung?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kami memiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisik Harvard.”

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang.

Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, “Kalau hanya sebesar itu biaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buat sendiri saja?” Suaminya mengangguk.

Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan. Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikan sebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.

Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.


4 Biksu



Suatu ketika 4 orang biksu sepakat bermeditasi selama 3 hari dan pantang berbicara. Pada Hari I tidak terjadi masalah apapun, namun di hari II lilin penerangan tertiup angin dan mati

Biksu I : o, Lilinnya mati
Biksu II : Lho kamu kok bicara
Biksu III : Kamu sendiri kok bicara juga
Biksu IV : Hahaha hanya saya yang tidak bicara
Biksu I, II, III : ????
Sering kali kita hanya melihat orang lain tetapi jarang melihat diri kita sendiri, merasa diri kita lebih baik dari orang lain.


Lompatan Belalang



Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak.
Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat menikmati kebebasannya.
Di perjalanan ia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun ia keheranan kenapa belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, “Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dariusiaataupun bentuk tubuh?”
Belalang itupun menjawabnya, “Dimanakah kau selama ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup dialam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan”.
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang selama ini membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Pesan moral:

Kadang-kadang kita sebagai manusia tanpa sadar pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan yang beruntun, perkataan teman, atau pendapat tetangga, seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang membatasi semua kelebihan kita.
Lebih sering kita mempercayai mentah-mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir benarkah anda separah itu? Bahkan lebih buruk lagi, kita lebih memilih untuk mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.
Tidakkah anda pernah mempertanyakan kepada hati nurani bahwa anda bisa “melompat lebih tinggi dan lebih jauh” kalau anda mau menyingkirkan “kotak” itu?
Tidakkah anda ingin membebaskan diri agar anda bisa mencapai sesuatu yang selama ini anda anggap diluar batas kemampuan anda?
Beruntung sebagai manusia kita dibekali Tuhan kemampuan untuk berjuang, tidak hanya menyerah begitu saja pada apa yang kita alami.
Karena itu teman, teruslah berusaha mencapai apapun yang anda ingin capai. Sakit memang, lelah memang, tetapi bila anda sudah sampai kepuncak, semua pengorbanan itu pasti terbayar.
Kehidupan anda akan lebih baik kalau hidup dengan cara hidup pilihan anda. Bukan cara hidup yang seperti mereka pilihkan untuk anda…
 

Kentang

Seorang Ibu Guru taman kanak-kanak (TK) mengadakan sebuah ”permainan”.
Ibu Guru menyuruh tiap muridnya membawa kantong plastik transparan 1 buah dan kentang. Masing-masing kentang tersebut diberi nama berdasarkan nama orang yang dibenci, sehingga jumlah kentangnya tidak ditentukan berapa…. tergantung jumlah orang-orang yang dibenci.
Pada hari yang disepakati masing-masing murid membawa kentang dalam kantong plastik. Ada yang berjumlah 2, ada yang 3 bahkan ada yang 5. Seperti perintah guru mereka tiap-tiap kentang diberi nama sesuai nama orang yang dibenci. Murid-murid harus membawa kantong plastik berisi kentang tersebut kemana saja mereka pergi, bahkan ke toilet sekalipun, selama 1 minggu.
Hari berganti hari, kentang-kentang pun mulai membusuk, murid-murid mulai mengeluh, apalagi yang membawa 5 buah kentang, selain berat, baunya juga tidak sedap. Setelah 1 minggu murid-murid TK tersebut merasa lega karena penderitaan mereka akan segera berakhir.
Ibu Guru: “Bagaimana rasanya membawa kentang selama 1 minggu ?”
Keluarlah keluhan dari murid-murid TK tersebut, pada umumnya mereka tidak merasa nyaman harus membawa kentang-kentang busuk tersebut kemanapun mereka pergi.
Gurupun menjelaskan apa arti dari “permainan” yang mereka lakukan.
Ibu Guru: “Seperti itulah kebencian yang selalu kita bawa-bawa apabila kita tidak bisa memaafkan orang lain. Sungguh sangat tidak menyenangkan membawa kentang busuk kemana pun kita pergi. Itu hanya 1 minggu. Bagaimana jika kita membawa kebencian itu seumur hidup ? Alangkah tidak nyamannya…”



 

0 komentar:

Posting Komentar