Semua Tentang De Javu

Definisi Deja Vu

Deja vu adalah sebuah frasa Perancis dan artinya secara harafiah adalah "pernah melihat". Maksudnya mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan saat ini pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para (παρα:p yang artinya adalah "sejajar" dan mnimi (μνήμη:P "ingatan"


Nama Deja Vu ini pertama kali digunakan oleh seorang ilmuwan Perancis bernama Emile Boirac ( 1851-1917) yang mempelajari fenomena ini tahun pada 1876 dan telah dibukukan dengan judul L'Avenir des sciences Psychiques yang ditulisnya pada saat dia mengenyam pendidikan di University of Chicago.

Pernahkah anda mengalami perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang anda rasakan sebenarnya pernah anda alami jauh sebelumnya ?.

Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat yang sedang dikunjungi, entah itu sebuah bangunan rumah , sebuah tempat rekreasi ataupun situasi dan kondisi sebuah jalan tertentu yang untuk pertama kalinya dilihat, namun anda merasa bahwa semua pengalaman ini sudah pernah anda alami jauh sebelumnya.

Kadang ketika anda terlibat dalam suatu percakapan dengan sekelompok teman atau keluarga, tiba-tiba timbul ingatan atau perasaan bahwa situasi maupun topik pembicaraan tersebut seolah-olah pernah dialami sebelumnya.

Demikian juga ketika anda melihat atau berkenalan dengan seseorang yang belum pernah dikenal sebelumnya, melakukan suatu kegiatan/aktifitas tertentu, mendengar musik atau sebuah acara TV yang sedang ditonton, seolah-olah semua itu bukan hal yang asing dan sudah pernah dialami sebelumnya.

Hal ini memang sering sangat membingungkan karena pada saat itu pula kita tidak mampu mengingat kapan, bagaimana dan dimana pernah mengalami hal-hal tersebut.

Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu. Inilah salah satu fenomena misterius dalam kehidupan manusia, sebuah misteri yang biasa disebut orang dengan Deja vu.

Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?


Deja vu ini sebenarnya sudah sejak jaman dahulu pernah dilakukan penelitian oleh para ahli psikologi, ahli hypnosis maupun para ilmuwan lainnya untuk mengungkap sebab-musababnya, dan sampai saat ini sedikitnya ada 40 teori yang berbeda mengenai deja vu yang dapat kita baca dari hasil penelitian para ahli tersebut, mulai dari peristiwa paranormal , laboratorium, hingga gangguan syaraf, namun sampai saat ini hal itu masih merupakan misteri.

Kenapa déjà vu bisa terjadi?

Jangan dulu berpikiran bahwa ini adalah fenomena alam yang tidak mampu dijelaskan secara ilmiah karena para ilmuwan telah menemukan jawaban akan fenomena yang ada dalam alam pikiran manusia tersebut. Déjà vu terjadi karena adanya gelombang yang diantarkan ke dalam otak. Gelombang tersebut tercipta disetiap tindakan yang dilakukan oleh manusia. Gelombang ini lalu diterjemahkan ke dalam bentuk impuls listrik lalu dikirim ke otak dan dibaca. Tapi ada kalanya otak kita memiliki sensitivitas tinggi sehingga gelombang yang dibaca berupa amplitudo dan frekuensi tertentu tergantung dari kualitas otak kita.

Contoh sederhananya suatu waktu kita dalam hati mendendangkan sebuah lagu. Lalu kita menyalakan radio dan di radio sedang diputar lagu yang sedang kita pikirkan tadi. Langsung kita berpikir déjà vu. Padahal, ini menunjukkan bahwa gelombang radio yang dikirim oleh stasiun pemancar, selain diterima oleh radio kita, juga dibaca oleh otak kita karena sifat otak kita yang super-sensitive dalam menerima gelombang listrik itu tadi.

Teori yang dipatahkan

Ada lagi teori lain yang menjelaskan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama optical pathway delay ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya

Macam-macam déjà vu

Déjà vu juga terjadi dalam berbagai bentuk ada yang hanya bisa mengingat secara samar-samar, ada yang hanya mengingat lokasi kejadian, dan ada pula yang mengingat hal-hal yang sangat mendetail. Secara garis besar, déjà vu terdiri dari empat jenis yakni:

1. Déjà Vu
Déjà vu jenis ini yang paling banyak terjadi dimana kita pernah merasakan suatu kondisi yang sama sebelumnya dan yakin pernah terjadi di masa yang lampau dan berulang kali. Sering kali pada saat itu individu akan diikuti oleh perasaan takut, rasa familiar yang kuat, dan merasa aneh.


2. Déjà Vécu
Perasaan yang terjadi pada Deja Vecu lebih kuat daripada déjà vu. Deja vecu seseorang akan merasa pernah berada dalam suatu kondisi sebelumnya dengan ingatan yang lebih detail seperti ingat akan suara ataupun bau.

3. Déjà Senti
Déjà Senti adalah fenomena “pernah merasakan” sesuatu. Suatu ketika kamu pernah merasakan sesuatu dan berkata “Oh iya saya ingat!” atau “Oh iya saya tahu!” namun satu dua menit kemudian sadar bahwa sebenarnya kamu tidak pernah berbicara apa pun.

4. Jamais Vu
Jamais Vu (tidak pernah melihat/mengalami) adalah kebalikan dari déjà vu. Kalau déjà vu mengingat hal-hal yang sebenarnya belum pernah dilakukan sebelumnya, Jamais Vu lain lagi. Tipe déjà vu semacam ini justru tiba-tiba kehilangan memorinya dalam mengingat sesuatu hal yang pernah terjadi dalam diri. Hal ini bisa terjadi karena kelelahan otak.

5. Déjà Visité
Déjà vu tipe ini lebih menitikberatkan pada ingatan seseorang akan sebuah tempat yang belum pernah ia datangai sebelumnya tapi merasa pernah merasa berada pada lokasi yang sama. Déjà Visité berkaitan dengan tempat atau geografi.

Sebelum kita melihat mengenai deja vu, pertama, kita perlu mengetahui apa yang disebut dengan "Recognition Memory", atau memori pengenal.

Recognition Memory

Recognition Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa apa yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami sebelumnya.

Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu Recollection dan Familiarity. Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali) jika kita bisa menyebutkan dengan tepat seketika itu juga kapan situasi yang kita alami pernah muncul sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita menyadari bahwa kita sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.

Sedangkan ingatan yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan pasti kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh Familiarity.

Selama terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.

Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling tidak pernah mengalami deja vu minimal sekali, apakah itu berupa pandangan, suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering mengalami deja vu, jelas anda tidak sendirian di dunia ini.

Teori-Teori Deja Vu

Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.

Gangguan akses memori

Sigmund Freud yang sering dijuluki sebagai bapak psikoanalisa pernah meneliti mengenai fenomena ini dan ia percaya bahwa seseorang akan mengalami Deja Vu ketika ia secara spontan teringat dengan sebuah ingatan bawah sadar. Karena ingatan itu berada pada area bawah sadar, isi ingatan tersebut tidak muncul karena dihalangi oleh pikiran sadar, namun perasaan familiar tersebut bocor keluar.

Teori Freud ini terbukti menjadi landasan bagi teori-teori yang muncul berikutnya.

Memori dari sumber lain

Ada lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan banyak memori yang datang dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita baca. Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan lewatnya waktu, maka ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan informasi yang pernah kita simpan, maka memori yang tersimpan di bawah sadar kita akan bangkit kembali.

Contoh, sewaktu kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita merasa familiar walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut.

Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi teori ini setuju bahwa deja vu berhubungan dengan kejadian yang telah berlangsung lama di masa lampau.

Manusia tercipta dengan beberapa keunikan dan keanehan yang sebenarnya belum disadari oleh manusia itu sendiri. Ada beberapa fenomena aneh yang sering dialami manusia, diantaranya:

1. Precognition
Istilah ini yang sering kali disebut dengan "penglihatan" digunakan untuk menggambarkan bahwa seseorang telah "melihat atau menyaksikan" sebuah kejadian baik itu melalui mimpi atau lamunan, yang ternyata sesuai dengan kejadian yang terjadi beberapa jam atau hari setelahnya.

2. Clairvoyance
Fenomena ini sebenarnya mirip dengan Precognition. Perbedaannya, jika pada Precognition seseorang "melihat" suatu kejadian lebih dahulu dari kejadian sebenarnya, maka pada Clairvoyance seseorang "melihat" sebuah kejadian yang terjadi di sebuah tempat yang jauh namun pada saat yang bersamaan dengan terjadinya kejadian yang sebenarnya.

3. Telekinesis
Fenomena ini sedikit berbeda dengan kedua fenomena sebelumnya. Istilah telekinesis digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana seseorang mampu memindahkan sesuatu object tanpa menyentuhnya.

4. Déjà Vu
Fenomena ini menyatakan bahwa seseorang mengalami suatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya

5. Combinations
Merupakan kombinasi dari fenomena-fenomena di atas.

Déjà vu ini memiliki beberapa variasi, yaitu:
1. Déjà vecu yang artinya pernah mengalami.
2. Déjà senti yang artinya memikirkannya.
3. Déjà visite yang artinya mengunjunginya.

Ada juga 3 tipe déjà vu, yaitu:
1. déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)
2. déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)
3. déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)
4. Kombinasi dari ketiga gejala déjà vu tersebut, di mana seseorang merasa pernah hidup sebagai orang lain di satu tempat dan waktu yang sama, bahkan merasakan perasaan yang sama pula.

Dari beberapa variasi dan tipe déjà vu diatas, maka dapat ditarik hubungan bahwa:

• Déjà vecu merupakan déjà vu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi (life déjà vu)

• Déjà senti merupakan déjà vu yang berkaitan dengan perasaan (sense/feeling déjà vu)

• Déjà visite merupakan déjà vu yang berkaitan dengan tempat (place déjà vu)

Terkadang déjà vu juga diuraikan seperti perasaan yang telah melihat atau mengalami sesuatu sebelum ketika orang yang mengalami hal tersebut mengetahui kapan dia pernah melakukannya. Namun déjà vu disalahgunakan sebagai suatu pengalaman precognitive, perasaan pernah mengalami sesuatu dan mengetahui persisnya apa yang akan terjadi berikutnya, dan itu terjadi.

Suatu hal yang penting dari déjà vu adalah mengalami sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sedangkan suatu hal yang penting dari precognitive adalah menunjukkan sesuatu yang akan terjadi di masa depan, namun bukan suatu hal yang pernah dilakukan atau dilihat di masa depan.

Déjà vu dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu:

1. Associative Déjà Vu
Tipe déjà vu yang paling umum dialami oleh orang-orang sehat normal adalah associative secara alami di dunia ini. Manusia melihat, mendengar, membaui atau mengalami suatu kejadian yang berkaitan dengan suatu perasaan bahwa manusia tersebut berhubungan dengan sesuatu yang telah dilihat, didengar, dibaui, atau dialami oleh manusia tersebut. Ilmuwan terdahulu berpikir bahwa déjà vu jenis ini adalah suatu pengalaman “ingatan dasar” dan berasumsi bahwa pusat memori otak yang bertanggung jawab untuk itu.

2. Biological Déjà vu
Ada juga kejadian déjà vu antar orang-orang dengan epilepsi cuping sementara. Tepat sebelum epilepsi, penderita sering mengalami atau merasa déjà vu. Dengan adanya pengklasifiasian di atas dapat teridenfikasi bahwa isyarat otak dimana déjà vu jenis ini dimulai. Namun, dengan alasan ini pula déjà vu jenis ini berbeda dengan tipikal déjà vu sendiri. Orang yang mengalami déjà vu jenis ini mungkin akan mempercayai bahwa mereka telah mengalami peristiwa atau keadaan yang sama sebelumnya, dibanding dengan perasaan yang cepat berlalu.

Pengertian Déjà Vu dilihat dari sudut pandang psikologi.
Pengertian Déjà vu dari sudut pandang psikologi adalah ilusi seperti sudah kenal/ sudah akrab dengan suatu tempat yang sama sekali asing. Timbulnya peristiwa ini diyakini orang sebagai akibat adanya syarat yang sudah dikenali, namun ada dalam sub-ambang kesadaran. Sebagai contoh, ketika berjalan-jalan ditengah kota, beberapa ciri tampak seperti sama dengan penghayatan yang pernah dialami di tempat lain.

Sedangkan, ilusi adalah suatu persepsi yang keliru / menyimpang. Ilusi bermacam-macam jenisnya. Beberapa merupakan ilusi gerak, seperti gerak stroboscopic (berputar berpusing-pusing), gerak Otokinetis, dan gerak yang dijabarkan. Ilusi persepsi menunjuk pada kejelasan dari jatuh berkumpulnya secara sepental garis-garis paralel dikejauhan. Ilusi lainnya mencakup penyajian yang keliru dari bentuk-bentuk spatial tertentu, seperti ilusi Muller_Lyer, Poggendorf, dan Zollnor. Ilusi lainnya lagi mencakup perspektif yang diputar balik seperti ilusi Peter_Paul Goblet dan ilusi tangga rumah.

Dalam ilmu psikologi, Déjà vu merupakan gangguan ingatan. Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Jadi proses ingatan terdiri dari 3 unsur yaitu: pencatatan (mencamkan, reception and registration), penyimpanan ( menahan, retention, preservation), pemanggilan kembali (recalling).

Gangguan ingatan terjadi bila terdapat gangguan pada satu atau lebih dari 3 unsur tersebut, faktor yang mempengaruhi adalah keadaan jasmaniah ( kelelahan, sakit kegelisahan), dan umur. Sesudah usia 50 tahun fungsi ingatan akan berkurang secara bertahap. Berikut beberapa bentuk gangguan ingatan :

• Amnesia
Ketidakmamapuan mengingat kembali pengalaman yang ada, dapat bersifat sebagian atau total retrograde/antegrad dan dapat ditimbulkan oleh faktor organic/psikogen. Sebab organik/ psikogen. Sebab organik, kerusakan pada unsur pencatatan dan penyimpanan, sedangkan sebab psikogen karena proses pemanggilan kembali terhalang oleh factor psikologis. Pada amnesia psikogen : tidak ada gangguan kesadaran, tidak ada kerusakan intelektual, bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak ada kerusakan fungsi intelektual, bersifat selektif terhadap kejadian yang tidak menyenangkan, dapat terjadi penyembuhan secara tiba-tiba dan sempurna.

• Hipernemsia
Suatu keadaan pemanggilan kembali yang berlebihan sehingga seseorang dapat menggambarkan kejadian-kejadian yang lalu dengan sangat teliti sampai kepada hal-hal yang sekecil-kecilnya.

• Paramnesia atau Déjà vu (pemalsuan/ pemiuhan ingatan).

Adalah gangguan dimana terjadi penyimpangan/ pemiuhan terhadap ingatan-ingatan lama yang dikenal dengan baik. Hal ini terjadi akibat distorsi proses pemanggilan paramnesia berguna sebagai pelindung terhadap rasa takut.

Pengertian Déjà Vu dilihat dari sudut pandang biologis.
Secara biologis, penjelasan pengalaman déjà vu itu bukan sebagai pengenalan atau pernah mengalami tetapi sebuah anomali memori. Bisa juga sebagai dampak dari fenomena memori yang lazim disebut “pemanggilan ulang”.

Penjelasan ini memperkuat fakta bahwa “penataan ulang memori” pada saat tertentu mempengaruhi keadaan alam sadar manusia (dibeberapa kasus). Tapi, pada saat itu terjadi orang yang mengalami hal tersebut tidak mengetahui kapan, dimana, dan bagaimana bisa hal itu terjadi. Terdapat beberapa hubungan antara déjà vu dengan hal-hal tertentu, diantaranya:

HUBUNGAN DENGAN PENYAKIT

Beberapa ilmuwan telah mencoba untuk menemukan korelasi antara déjà vu dan penyakit psikologi seperti Schizophrenia, kegelisahan, kegilaan dengan harapan untuk menemukan penemuan yang berharga.

Bagaimanapun sampai sekarang tidak ditemukan korelasi yang khusus antara déjà vu dan Schizophrenia atau penyakit yang lain. Tapi hubungan yang paling dekat antara penyakit kejiwaan adalah antara déjà vu dengan epilepsi. Korelasi ini telah membawa peneliti kepada fakta bahwa déjà vu itu bisa saja terkait dengan kelainan saraf yang menyebabkan kejutan-kejutan listrik di otak. Sebagian besar orang menderita epilepsi ringan (seperti kejutan-kejutan tiba-tiba, yang sering terjadi sesaat sebelum tidur) itu diperkirakan sama dengan kelainan saraf yang menyebabkan déjà vu.

PENJELASAN BERDASARKAN MEMORI

Bannister dan Zangwill (1941) mencoba menganalisis déjà vu dengan menggunakan hypnosis pada 10 subjek penelitian. Ternyata 3 dari 10 di antaranya mengalami déjà vu. Cleary (2008) mengajukan hipotesis bahwa déjà vu merupakan bentuk dari sesuatu yang telah familiar diketahui yang disebut cripyamnesia adalah susuatu yang telah dipelajari namun tidak disimpan baik di otak, namun pada suatu waktu memori dalam “membukanya” kembali tanpa kendali kita juga merupakan hipotesis penyebab terjadinya déjà vu.

HUBUNGAN DENGAN OBAT-OBATAN

Taiminen dan Jääskeläinen (2001) menemukan bahwa pengkonsumsian amantadine dan fenolpropanolamine secara bersama-sama untuk meredakan gejala flu bisa memicu terjadinya “gangguan” pada otak dan menyebabkan gejala-gejala déjà vu.

Pengertian Déjà Vu dilihat dari sudut pandang mistik dan agama.

Suatu ketika, di saat sedang bergerak, duduk atau melakukan apapun, secara tiba-tiba saja seseorang merasa terkejut. Entah ada kesadaran apa yang menghentak alam sadar manusia tersebut. Yang ia rasakan adalah keheranan. Sebab, ia seperti sedang melakukan sesuatu yang pernah dialami, namun entah kapan waktunya, dia sendiri tidak tahu. Peristiwa yang dialami orang tersebut benar-benar seperti yang pernah dia alami pada waktu yang entah kapan. Peristiwa inilah yang biasa disebut sebagai deja vu. Hal ini bukanlah sebuah keanehan, tetapi merupakan sesuatu yang wajar, sesuatu yang dialami banyak orang.

Sebagian orang ada yang mengaitkan deja vu ini dengan mistis namun ada juga yang logis, sehingga ada pula yang menyatakan bahwa déjà vu itu merupakan fakta yang logis-agamis.

Segala sesuatu dalam kehidupan ini sudah ditakdirkan sejak azali, sebagaimana dalam hadis yang shohih bahwa makhluk yang pertama kali diciptakan adalah pena, kemudian Allah memerintahkan pena itu menuliskan segala peristiwa yang terjadi sampai datangnya hari kiamat atau sampai kehidupan berakhir, sampai hal yang mendetail sekalipun. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa saat seorang janin berada dalam kandungan, ia diberi tahu tentang takdirnya atau segala sesuatu yang akan dia jalani dalam kehidupannya.

Takdir merupakan lorong waktu, segala sesuatu sudah ada dan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, hanya bisa menunggu waktu mana yang akan dijalani. Jadi, seperti yang sering terlihat dalam film-film fiksi, seandainya saja manusia dapat menembus lorong waktu (ini tidak akan mungkin terjadi), maka manusia tersebut dapat melihat peristiwa yang terjadi di masa yang akan datang ataupun masa yang sudah lewat. Kenapa manusia tercipta tidak dapat menembus lorong waktu, sebab ini adalah salah satu kekuasaan yang hanya dimiliki oleh Tuhan saja, manusia dan makhluk lain tidak akan sanggup menembus lorong waktu. Jangankan menembus, memahami esensi waktu saja manusia belum sanggup.

Dimensi waktu adalah dimensi yang dikuasai Tuhan saja. Dan Tuhan mengetahui semua peristiwa yang sudah, sedang dan akan terjadi, sebab Ia Maha Mengetahui Segala Sesuatu, karena itu pula lorong waktu itu memang ada, hanya saja manusia tidak diberikan wewenang untuk masuk dan berpindah-pindah sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.

Lalu, apa hubungannya deja vu, lorong waktu dan deja vu merupakan fakta yang logis agamis? Sebenarnya ketika manusia mengalami déjà vu, harusnya manusia itu menyadari bahwa peristiwa yang sedang terjadi itu sudah ditentukan dan memang sudah ada sejak azali. Sebenarnya hal itu merupakan “bocoran” takdir, namun bocorannya bukan mengenai masa depan namun masa di mana manusia sedang mengalami waktu, dan hal itu merupakan sesuatu yang logis. Orang yang tidak meyakini ini tentu bisa dikatakan orang yang mengingkari takdir dan kekuasaan Tuhan yang Maha Mengetahui.

Déjà vu ini juga dapat berkaitan dengan reinkarnasi, yakni suatu kepercayaan bahwa seseorang dapat lahir kembali dalam jati diri yang berbeda setelah ia mati.. Misalnya, jika sedang bertemu seorang lelaki yang sepertinya kenal, tapi sebenarnya tidak pernah mengenal dia. Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa sebenarnya sosok lelaki itu sebenarnya telah berhubungan dekat di kehidupan yang dulu. Atau memang sesuatu yang telah tidak asing di kehidupan yang lalu kini juga menjadi sesuatu yang tidak asing lagi. Atau juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap tidak asing, padahal sama sekali belum pernah terjadi. Hal itu juga dapat disebabkan hal itu pernah kita alami pada kehidupan sebelumnya.

Reinkarnasi dalam ajaran Buddha adalah suatu proses untuk mencapai kesempurnaan. Jika masih jahat, tentu tidak akan sempurna. Karena itu, jika gagal dalam kehidupan yang sekarang, maka di kehidupan berikutnya dia akan mendapatkan karma akan kegagalannya. Demikian juga jika sukses, kehidupan berikutnya dia juga akan mendapatkan karma yang baik. Reinkarnasi juga sering dihubungkan dengan kehidupan paralel, misalnya si A pernah merasa bertemu dengan si B, namun si B merasa tidak pernah bertemu dengan si A. Jadi, kehidupan yang sedang dijalani sekarang ini adalah karma dari kehidupan yang sebelumnya. Manusia bereinkarnasi untuk memperbaiki kehidupan sebelumnya (sampai akhirnya mencapai kesempurnaan itu).

0 komentar:

Posting Komentar