Aku melihatnya untuk kesekian kalinya melalui spion. "Maaf" Kata yang
terucap darinya untuk memecahkan kebekuan diantara kami. " Saya tidak
tau maaf untuk apa? Tapi jika non ada salah, pasti sudah saya maafkan"
jawabku sambil melihat ke depan. "Panggil aku Erine, Namamu siapa?"
sepertinya dia memutuskan untuk saling mengenal lebih dalam." Namaku
Ron" Aku kembali melihatnya melalui spion sambil tersenyum. Sekarang
kusadari, sejak pertama bertemu dia selalu murung.
Erine mulai bercerita tentang kejadian kemarin, dia menyesal
menyulitkanku karena usaha bunuh dirinya. Ternyata dia cukup bisa
berbicara dengan orang lain. "Maaf, Erine. Apakah aku boleh tau alasan
tindakanmu kemarin?" Sulit untukku menyembunyikan rasa penasaran akibat
tindakan nekatnya semalam. Dia terdiam, kemudian menghela nafas. "Tidak
apa-apa jika tidak mau cerita, jangan dipaksakan" Aku merasa bodoh,
menanyakan hal sensitif seperti itu dengan mudah." Tidak apa-apa" Suara
parau yang kemarin sempat kudengar muncul kembali. Air mata mulai
menetes dari tepi mata-mata indahnya. Kemudian dia menceritakan
semuanya.
Erine merasa hidupnya mulai membosankan, walau bergelimang harta ayahnya
dia tidak bahagia. Dia menginginkan hal yang lebih, sesuatu yang tidak
bisa di beli dengan uang yaitu Cinta. Hari-harinya mulai terasa datar,
sampai suatu hari dia bertemu seorang pria bernama David. Pertemuan
pertama di Restoran Jepang itu merubah semuanya. David mendekati Erine
yang sedang duduk sendiri dan memberanikan diri berkenalan. David datang
bersama beberapa temannya, awal pertemuan mereka memang unik. Pertemuan
kedua dan seterusnya pun terjadi. Rasa suka terhadap Davidpun mulai
muncul. Erine tau bukan wajah tampannya, atau tubuh atletis si David
yang membuatnya ada rasa, namun David yang selalu bisa membuatnya
tertawa. Suatu hari David datang ke rumah Erine dan itu merubah
segalanya. David akhirnya tau bagaimana latar belakang Erine yang
sebenarnya. Bukannya kecil hati atau ingin mundur, dia justru menyatakan
perasaannya kepada Erine. Gadis muda yang sedang merasakan suka ini
tentu senang. Hubungan mereka akhirnya menjadi sebuah Backstreet (
Pacaran diam-diam). Awalnya Erine senang dan bahagia dengan hubungan
barunya, namun seiring berjalannya waktu dia mulai merasa ada yang
salah. Setiap kali keluar makan, selalu Erine yang membayar semua.
Sebelumnya mereka masih membayar masing-masing. Begitu juga dengan
Bioskop, Jalan-jalan semua Erine yang menanggung biayanya. Ketika
hubungan mereka lebih jauh akhirnya si David mulai meminta dibelikan
bermacam-macam, mulai dari barang-barang ringan seperti pakaian,
kemudian jadi jam tangan, bahkan terakhir sebuah motor sport. Suatu hari
Erine berpas-pasan dengan teman-teman David di mall, Diam-diam mereka
sedang berbincang betapa beruntungnya David, memiliki wanita kaya
sebagai pundi emasnya. Ternyata Erine hanya di permainkan oleh David,
dia kemudian mengajak David bertemu kemudian bertengkar hebat. Mereka
putus di hari itu. Tidak begitu lama setelah mereka putus, si David
mengajak Erine untuk kembali kepadanya. Tujuannya adalah agar Erine bisa
membayarkan kredit motor sportnya, tentu Erine murka dan mengatakan
kepadanya untuk pergi mati saja sana. Tepat pulang dari rumah Erine, si
David kecelakaan dan meninggal. Erine merasa sangat bersalah.
Aku terdiam mendengar cerita panjang itu, teringat kata-kataku tadi pagi
kepada anak itu sepertinya apa yang kulakukan menjadi sebuah kesalahan.
Aku mencoba menghibur Erine dengan menceritakan ulang kejadian tadi
pagi dan mengatakan aku mulai menyesal dengan yang kukatakan kepada
David. Erine hanya terdiam, kemudian aku bercanda dengan mengatakan
"Wah, jangan-jangan tadi banyak yang nangis karena ada hutang yang belum
dibayar ya, hehe." Erine mengusap air matanya," Tolong, Jangan hina dia
lagi. Bagaimanapun dia pernah menjadi orang yang berarti untukku." Kami
berdua menjadi terdiam lagi, aku merasa salah. Erine kembali melihat
jendela mobil. Aku kembali membuka percakapan "Tidak adil jika hanya
Erine yang bercerita, biar aku berbagi sedikit ceritaku juga." Erine
melihatku, dia diam namun dia terlihat ingin mendengar sesuatu yang
menarik. Aku pun bercerita sedikit tentang masa laluku.
Aku hidup sebatang kara, sebenarnya aku berasal dari keluarga yang
berada namun suatu hari orang tuaku meninggal dalam kecelakaan bersama
adikku. Meninggalkanku seorang diri. Saat itu usiaku baru menginjak 7
tahun, karena karakterku yang keras serta orang tuaku berperilaku buruk
terhadap keluargaku, tidak ada yang bersedia menampungku. Benar-benar
tidak ada kerabat atau teman dari orang tuaku yang peduli padaku. Itu
sebuah awal untukku, bahwa itu adalah pentingnya bersosialisasi.
Pentingnya kita hidup membangun relasi yang baik dengan orang lain,
karena kenyataannya kita tidak pernah mampu hidup sendiri. Aku terpaksa
tidur di taman kota, tangga penyeberangan dan toilet umum selama
beberapa waktu. Aku hidup dari makanan dan minuman sisa orang lain,
selama hampir 3 bulan aku hidup seperti itu. Beberapa waktu itu yang
menempaku menjadi sangat cepat dewasa sebelum waktunya. Aku mengerti
dunia ini kejam, dunia ini tidak adil, bahkan orang-orang dengan
mudahnya membiarkan anak seusiaku saat itu terlantar begitu saja. Karena
mereka sudah terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi hidup
seperti ini tidaklah buruk, selama kita tidak menyerah. Aku banyak
mendapatkan pelajaran serta sahabat-sahabat luar biasa yang akhirnya
membuatku terus bertahan hidup. Banyak hal yang ingin kuceritakan namun
waktu sudah cukup larut.
Aku melihat Erine, wajahnya nampak tercengang dengan ceritaku. "Aku
ingin mendengar lebih banyak" Erine menatapku, berharap aku bercerita
lebih banyak. Aku mengatakan padanya bahwa terlalu lama untuk bercerita
semua, mungkin lain waktu aku cerita lebih banyak. Dia bilang besok dia
libur, dan dia bisa pulang larut. Dia bercerita dia penasaran dengan
sahabat-sahabatku, karena dia belum pernah punya sahabat. Aku terkejut
mendengarnya, ketika sampai di lampu merah. Aku membalikan kepalaku dan
menatap Erine, "Kamu memiliki banyak orang di rumahmu, dan kamu juga
memiliki harta yang melimpah Erine" Aku melihatnya dengan wajah serius.
Erine diam sejenak lalu mengelengkan kepala, "Tidak, itu berbeda." lalu
akupun tersenyum puas. Dia mengerti maksud dari ceritaku. Akupun
memberikan nomor Handphoneku kepadanya jika ada yang ingin dia ceritakan
dia bisa sms aku. Erine tersenyum dan dia terlihat sangat cantik.
Bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar