Waktu telah cukup larut, aku memutuskan untuk menyetir pulang. Namun
Erine menolak untuk pulang, dia mengatakan dirinya lapar. Sebelum pulang
dia ingin makan, maka kami singgah di cafe yang menjual cake. Ternyata
Erine suka makanan-makanan yang manis.
Kami duduk di meja yang berada di tengah ruangan. Erine terlihat cukup
ceria, dia memesan sepotong cake. Sedangkan aku memesan segelas teh
susu. Kami melanjutkan bincang-bincang kami, saling mengenal lebih jauh.
Perlahan-lahan Erine mulai membuka diri, dia mulai tertawa dan
tersenyum lagi. Bahkan dia tertawa terbahak-bahak saat pelayan yang
mengantarkan cakenya salah memberikan alat makan. Bukannya memberikan
sendok dan garpu malah memberikan dua buah garpu. Kemudian Erine minta
di foto saat makan dengan dua garpu itu.
Semua berjalan baik, Aku pun bisa bernafas dengan lega. Sebelum pulang
Erine ingin ke kamar kecil dahulu. Aku pun menunggunya, aku melihat jam
di handphone jadulku. Sudah hampir pukul 11 malam. Tidak lama kemudian
Erine keluar dari kamar kecil, saat sedang berjalan menuju ke mejaku dia
di goda oleh tiga pemuda yang duduk di meja dekat dengan kamar kecil. "
Hei cewe, Temanin abang lah" Goda salah satu pemuda itu. Reaksi Erine
ternyata mengejutkan, dia lalu memarahi ketiga pemuda ini dengan sebutan
tidak tau diri dan kata-kata kasar lainnya. Aku baru sadar Erine
memiliki karakter yang sangat keras. Ketiga pemuda ini tidak terima dan
langsung berdiri memegang tangan Erine. Akupun bergegas ke sana, suasana
dalam cafe menjadi cukup panik. Tidak kusangka kejadian seperti ini
harus terjadi di tempat yang bahkan dindingnya di cat dengan warna pink.
Aku melepaskan tangan pemuda itu dari Erine dan meminta maaf atas
kata-kata Erine. Anak-anak muda ini justru mengatakan padaku untuk tidak
ikut campur. Salah satu dari mereka melayangkan pukulan padaku, dengan
cepat aku hindari. Akhirnya aku berkelahi dengan ketiga pemuda ini,
tidak perlu waktu lama untuk menumbangkan mereka bertiga yang tidak
memiliki kemampuan bela diri sepertiku. Namun perkelahian kami merusak
beberapa properti cafe. Erine terkejut dan senang sekali menontonku. Dia
akhirnya menganti semua kerusakan yang kutimbulkan, namun dia
sepertinya puas. Segera kami keluar dari cafe itu.
Saat di mobil Erine bertanya, apakah yang aku gunakan tadi adalah Kung
Fu seperti Jet Lee atau Jackie Chan. Karena dia melihat aku seperti
aktor laga dalam film-film yang biasa dia tonton. Aku melihatnya dari
Spion dan mengatakan bahwa sebaiknya dia tidak banyak menonton film yang
mengandung kekerasan, dan aku jelaskan bahwa yang tadi aku gunakan
adalah Muay Thai. Erine bertanya banyak tentang Muay Thai, dan aku hanya
menjelaskan sejarah dan bagaimana aku tertarik mempelajarinya. Akhirnya
kami sampai di rumah Erine. Ketika aku ingin pamit, Erine membayarku
dengan jumlah uang yang banyak. Namun aku menolak, aku mengatakan
melihat senyum indahnya malam ini adalah bayaran yang pantas. Erine
tersenyum senang, pipinya pun memerah. Erine meminta Julius mengantarku
pulang. Dalam perjalanan Julius mengatakan bahwa dia tidak pernah
melihat Erine sebahagia itu. Aku dan Julius akhirnya bertukar nomor
Handphone. Julius bercerita bahwa dia baru ditunjuk oleh kepala Pelayan
sebagai supir pribadi Erine.
Aku melihat jam sudah menunjukan hampir pukul satu pagi ketika aku
sampai di depan toko bunga. Ketika aku masuk ternyata Ibu Rose masih
bangun, beliau mengkhawatirkan kesehatanku jika aku pulang malam terus.
Akupun bercerita sedikit dengan beliau. Karena sudah begitu larut
kamipun tidur.
Pagi barupun tiba, Aku masih mengantuk karena kurang tidur. Namun
pekerjaan sudah menanti. Aku segera mandi dan membuka toko. Ternyata
hari ini cukup sepi, Ibu Rose mengatakan memang hari ini sedang tidak
ada pesanan. Ibu Rose mengatakan bahwa ini hari yang baik, sebaiknya aku
pergi membeli keperluanku. Mungkin beliau tau bahwa perlengkapan
mandiku sudah hampir habis, jadi akupun izin pamit. Akupun berjalan kaki
ke arah Supermarket terdekat, sebelumnya aku singgah di loket pembelian
pulsa. Yang menjaga loket itu wanita yang masih sangat muda, mungkin
hanya sekitar 14-15 tahun. Seharusnya anak ini masih sekolah, namun ini
memang hal biasa di negara ini. Banyak anak-anak yang putus sekolah
karena masalah biaya atau keadaan ekonomi yang sulit. Walaupun
Pemerintah telah membantu dengan sekolah gratis, tetap saja pemikiran
orang tua anak-anak ini masih dangkal. Mereka lebih memilih anaknya
untuk bekerja sebagai pemulung atau penjaga toko. Padahal dengan tingkat
pendidikan yang lebih baik, anak-anaknya bisa mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik pula. Langkah kaki terus berjalan tak terasa
Supermarketpun telah di depan mata.
Bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar