Dari medan pertempuran hingga dunia
bisnis; demikianlah bangsa Tionghoa telah menerapkan studi-studi tentang
strategi sementara perang digantikan oleh damai. Tujuh Karya Militer Klasik
dari Tiongkok kuno pertama kalinya secara kolektif diterbitkan dalam
Dinasti Song (tahun 960-1279) ketika Tiongkok menghadapi ancaman konstan
serbuan bangsa asing dan urusan militer sangat diminati. Sungguh,
bangsa Mongol ujung-ujungnya menaklukkan Tiongkok dan mengakhiri Dinasti
Song yang sangat maju kebudayaannya tetapi sangat lemah dari sudut
militer. Tetapi para pembela Dinasti Song tidaklah menyerah tanpa
berjuang dan zaman tersebut menghasilkan patriot-patriot terbesar dalam
sejarah Tiongkok seperti Yue Fei dan Wen Tiannang.
Wajarlah kalau Tujuh Karya Militer Klasik itu diterbitkan selama Dinasti Song karena Wu ZhuangYuan [武莊元]
yang artinya sarjana-sarjana militer kerajaan menjadi tokoh-tokoh
berpengaruh ketika itu dan para calonnya harus fasih dalam keterampilan
berkelahi serta strategi militer. Tujuh Karya Militer Klasik merupakan
bacaan wajib bagi para calon ini. Akibatnya, Wu Jing Qi Shu [武经七书]
demikianlah buku ini dikenal secara kolektif, menjadi terkenal dalam
literatur Tiongkok. Konflik telah terjadi dalam peradaban di seluruh
dunia semenjak awal zaman karena kebodohan manusia, dan jarang sekali
karya militer klasik itu dilestarikan dalam satu peradaban semata.
Itulah sebabnya Tujuh Karya Militer Klasik merupakan warisan istimewa
yang ditinggalkan bangsa Tionghoa kuno kepada dunia.
Sekarang ini, Tujuh karya Militer Klasik
tidak lagi dianggap sebagai sekedar buku panduan militer melainkan juga
sebagai alat untuk memahami hubungan antar manusia, dan untuk meraih
pengetahuan politik, diplomatik dan bisnis. Sesungguhnya, di zaman
sekarang ini justru dalam bidang bisnis yang kompetitiflah karya militer
klasik ini paling berpengaruh. Buku-buku orisinilnya agak sulit dibaca
bagi siapa pun yang tidak mengenal bahasa Tionghoa klasik.
Six Secret Teachings oleh Tai Gong
(Six Strategies of War: The Practice of Effective Leadership) mencatat
nasihat praktis serta petunjuk taktis yang diberikan oleh Jiang Ziya,
yang juga dikenal sebagai Tai Gong, kepada Raja Wen dan Raja Wu dari
Dinasti Zhou dalam abad 11 Sebelum Masehi. Tai Gong yang katanya sumber
inspirasi bagi buku ini, dikenal dalam sejarah Tionghoa sebagai ahli
strategi militer terkenal pertama serta pemrakarsa studi-studi
strategis. Jiang Ziya membantu menggulingkan Dinasti Shang dan
mengantarkan berdirinya dinasti Zhou. Buku ini lengkap dalam arti tidak
hanya membahas strategi dan taktik melainkan juga mengusulkan
langkah-langkah administratif yang dibutuhkan untuk pengendalian negara
bagian yang efektif dan pencapaian kemakmuran nasional. Tetapi, karena
buku ini adalah satu-satunya karya militer klasik yang menyarankan
revolusi dan menghalalkan segala cara untuk melakukannya, memiliki
kopinya di zaman pemerintahan mutlak seorang raja bisa fatal
ganjarannya. Sementara tidak diragukan bahwa buku ini tidak mungkin
karya jiang Ziya sendiri, bukti menunjukkan bahwa buku ini mungkin
ditulis oleh ahli militer di abad ketiga Sebelum Masehi ketika Qin yang
dibenci itu secara tidak mengenal ampun menghancurkan lawan-lawannya
serta mengkonsolidasikan kekuasaannya. Sama seperti halnya jiang Ziya
membantu menggulingkan Shang yang dibenci itu, sang penulis pun berharap
membantu yang lain menggulingkan Qin yang tiada mengenal ampun itu.
Menurut sementara sarjana, ahli strategi Zhang Liang menguasai isi buku
ini dan memainkan peran kunci dalam menggulingkan Dinasti Qin serta
membantu mendirikan Dinasti Han.
The Methods of Sima
(Sima’s Rule of War: The Practice of Dynamic Leadership) adalah karya
singkat sekaligus misterius dari abad keempat Sebelum Masehi dan
dikompilasikan dari bahan-bahan yang lebih tua lagi. Buku ini
dihubungkan dengan negara bagian Qi, dari mana banyak studi militer
bermula dan diinspirasikan oleh Jiang Ziya, yang dijadikan penguasa
pertama Qi beberapa tahun sebelum kematiannya. Selama Masa Musim Semi
dan Musim Gugur dan Masa Berperangnya Negara-negara bagian, studi-studi
militer berkembang di Qi seperti yang dicontohkan oleh karya-karya Sun
Zi, Sun Bin, dan Wei Liao. Jelaslah bahwa Adipati Huan dari Qi (yang
memerintah pertengahan abad ketujuh Sebelum Masehi mengandalkannya untuk
menjadi penguasa dunia.
Sun Zi’s Art of War
(Sunzi’s Art of War: World’s Most Famous Military Classic) adalah yang
paling dikenal di antara Tujuh Karya Militer Klasik itu, sampai-sampai
meraih reputasi global dan umumnya tidak perlu diperkenalkan lagi. Buku
ini pertama kalinya diterjemahkan oleh seorang misionaris Perancis lebih
dari 200 tahun yang lalu dan katanya dipelajari serta diterapkan secara
efektif oleh Napoleon Bonaparte, anggota-anggota tertentu dari Komando
Tinggi Nazi dan bahkan bangsa Jepang selama Perang Dunia II. Buku ini
adalah karya klasik yang telah dijadikan bacaan wajib dalam akademi
militer di seluruh dunia. Ditulis selama Masa Berperangnya Negara-negara
bagian, sang penulis diyakini sebagai ahli strategi Sun Wu. Sudah lama
para pengusaha menerapkan teori-teori buku ini dalam dunia bisnis
seperti yang tercermin dari pepatah Tiongkok shangchang ru shachang [商場如殺場]
yang artinya pasar itu mirip dengan medan pertempuran. Di zaman modern,
demikian berpengaruh karya klasik ini sehingga teori-teorinya sering
kali dijadikan dasar bagi buku-buku tentang meraih keunggulan dalam
bisnis.
Karya klasik Wu Zi (The Art of Tactics: Winning Strategies of Wu Zi) diberikan judul menurut nama tokoh sejarah terkenal, Wu Qi
(tahun 440-361 Sebelum Masehi). Menurut cerita sejarah, ia tidak pernah
kalah dalam pertempuran. Ia dikenal karena eksploitasi militer serta
administratifnya yang menonjol. Setelah kematiannya, namanya dihubungkan
dengan nama Sun Zi setiap kali strategi militer dibahas. Wu Zi sudah
lama dihargai sebagai salah satu landasan dasar pemikiran militer
Tiongkok mengingat prestasi-prestasinya. Buku ini secara menyeluruh
meliput persiapan tempur dan menyarankan strategi-strategi untuk situasi
taktis tertentu.
Karya klasik Wei Liao Zi
(Seni Menggunakan Perintah: Strategi Perang Wei Liao Zi) diberikan
judul menurut nama orang yang bermarga Wei. Ia dikenal dalam sejarah
Tiongkok dari cerita sejarawan Han yang terkenal, Sima Qian, tentang
perjumpaannya dengan raja Qin yang menerapkan kebijakan-kebijakannya dan
ujung-ujungnya menyatukan Tiongkok. Wei Liao adalah
seorang pengamat politik yang jeli dan ahli strategi yang brilian, yang
sangat memahami langkah-langkah sipil maupun militer untuk memastikan
kelangsungan hidup suatu negara bagian selama Masa Berperangnya
Negara-negara bagian yang serba kacau itu. Ia tidak dikenal telah
berpengalaman di medan pertempuran dan tampaknya lebih merupakan seorang
ahli teori. Tetapi ia mempunyai pengetahuan militer yang luas seperti
yang ditunjukkan dalam pengutipan karya-karya militer klasik lainnya
seperti Art of War dalam karyanya. Buku ini mencatat percakapan Wei Liao
di istana dengan raja Wei serta informasi rinci tentang
pengorganisasian militer.
Three Strategies of Huang Shi Gong
(Three Strategies of Huang Shi Gong: The Art of Government) adalah satu
lagi karya klasik yang diinspirasikan oleh Jiang Ziya. Katanya, Zhang
Liang, ahli strategi bertahan yang membantu membentuk Dinasti Han,
diberikan satu kopi dari buku-buku karya Jiang Ziya. Ada yang mengatakan
Three Strategies sementara yang lain mengatakan Six Secret Teachings
oleh seorang pria tua misterius yang menguji kesabarannya. Three
Strategies tidak terlalu keras nadanya dibandingkan dengan Six Secret
Teachings, mungkin karena tidak terlalu dibebani tugas brutal
mengkonsolidasikan sebuah kekaisaran. Buku ini fokus terutama pada
kepengurusan sipil serta militer dan mengendalikan segalanya dengan
menyeimbangkan yang keras dengan yang lunak.
Questions and Answers Between Tang Tai Zong and Li Wei Kong (The Art of Winning: Wisdom of Tang Tai Zong and Duke Li of Wei) mencatat percakapan di antara kaisar Tang yang disegani, Tang Tai Zong, dengan ahli strategi Li Jing.
Buku ini berbeda dari karya-karya klasik lainnya dalam arti lebih
merupakan ulasan dari buku-buku sebelumnya digabungkan dengan pembahasan
teori-teori serta kontradiksi-kontradiksi buku-buku tersebut
berdasarkan pengalaman luas di medan pertempuran dari kedua orang ini.
Contoh-contoh peperangan yang pernah dialami keduanya disinggung, dan
mereka mengingat-ingat kembali strategi-strategi dan taktik-taktik yang
mereka gunakan.
Akhirnya, Sun Bin’s Art of War
(Sun Bin’s Art of War: World’s Greatest Alziitary Treatise) ditulis
oleh keturunan Sun Zi dan hilang selarna Iebih dari 2.000 tahun. Naskah
yang tidak lengkap dari karya klasik ini ditemukan pada tahun 1972 di
sebuah makam Dinasti Han yang helum dibuka sebelumnya, di Provinsi
Shandong. Makam ini juga memuat kopi Sun Zi’s Art of War, sehingga
menguatkan keotentikannya. Kalau karya Sun Bin
dimasukkan di antara karya-karya militer klasik, itu berarti ada Delapan
Karya Militer Klasik, suatu angka yang pasti dibanggakan bangsa
Tiongkok. Sun Bin’s Art of War membangun di atas ide-ide penting dari
Sun Zi’s Art of War.
Walaupun bukan bagian dari Tujuh Karya
Militer Klasik yang sangat diakui, ada juga studi-studi lain yang layak
dicatat tentang strategi, seperti Thirty Six Stratagems: Secret Art of
War, 100 Strategies of War: Brilliant Tactics in Action, Sixteen
Strategies of Zhuge Liang: The Art of Management dan Strategies from the
Three Kingdoms.
0 komentar:
Posting Komentar